Kenapa Pengendara di Jakarta Nggak Bisa Selow?

 Jakarta, sebagai pusat ekonomi dan pemerintahan Indonesia, adalah kota yang penuh dengan dinamika tinggi. Waktu seolah berjalan lebih cepat di ibu kota. Setiap hari, jutaan orang bergerak dari satu titik ke titik lainnya dengan satu tujuan: mengejar waktu. Tapi ada satu fenomena yang menarik, di jalanan Jakarta, mayoritas pengendara seolah-olah nggak bisa selow. Semuanya terburu-buru, agresif, dan kadang tanpa ampun. Lalu, kenapa sih pengendara di Jakarta susah banget buat menyetir dengan santai?

Beat Skuter Matic

1. Kultur “Cepat atau Tertinggal”

Hidup di Jakarta menuntut warganya untuk gesit. Kalau kamu lambat, kamu bakal ketinggalan kereta, telat absen, atau kehilangan peluang. Kultur ini tercermin langsung di jalanan. Pengendara motor, khususnya, menjadi sangat responsif terhadap celah-celah sempit di antara mobil, selip kiri kanan tanpa ampun. 

Kita semua pasti pernah melihat pengguna Beat Street, skutik lincah yang sering dipakai anak muda kota. Motor ini kecil, ringan, dan gesit, cocok banget buat menyelip di kemacetan Jakarta. Tapi saking gesitnya, kadang pengendaranya lupa bahwa jalan raya bukan arena balapan. Mereka jadi terbiasa ngebut, nyelip tanpa lihat spion, dan klakson tiap dua detik.

2. Kemacetan Jadi Pemicu Stres

Jakarta punya reputasi sebagai salah satu kota dengan kemacetan terparah di dunia. Di tengah suhu panas, suara klakson, dan polusi yang tebal, siapa sih yang bisa tetap santai? Situasi ini bikin pengendara jadi lebih emosional, defensif, dan agresif. Nggak heran kalau banyak yang akhirnya bawa kendaraan dengan cara "asal bisa jalan", tanpa peduli dengan kenyamanan atau keselamatan pengendara lain.

Ketika jalanan padat, ruang gerak jadi terbatas. Tapi alih-alih sabar menunggu antrian, banyak yang memilih untuk memaksa maju, menyelip, bahkan naik ke trotoar. Lagi-lagi, Beat Street jadi pilihan favorit untuk manuver-manuver nekat seperti ini. Bukan salah motornya, tentu, tapi cara penggunanya membawa kendaraanlah yang membuat kondisi jalan makin semrawut.

3. Kurangnya Edukasi dan Keteladanan

Di banyak negara, pengemudi diajarkan untuk menghormati hak pengguna jalan lain. Di Jakarta, aturan seringkali dianggap opsional. Lampu merah bisa diterobos, marka jalan diabaikan, dan trotoar disalahgunakan. Masalahnya bukan hanya pada kesadaran individu, tapi juga minimnya penegakan hukum yang tegas dan konsisten.

Coba perhatikan di perempatan padat: pengendara yang tidak sabar akan terus memaksa maju meskipun sudah jelas jalan buntu. Akhirnya, bukan hanya membuat dirinya terjebak, tapi juga pengguna jalan lain. Hal-hal seperti ini memperlihatkan bahwa banyak pengendara di Jakarta yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi daripada kepentingan bersama.

4. Budaya FOMO (Fear of Missing Out)

Lucunya, ada juga faktor psikologis yang mendorong orang untuk ngebut. Budaya FOMO, takut ketinggalan sesuatu, sangat melekat di kalangan urban Jakarta. Entah itu takut telat meeting, takut kehabisan kopi di kafe hits, atau takut kalah duluan dari motor sebelah. Ketika lampu hijau menyala, gas langsung ditarik dalam-dalam. Nggak ada waktu untuk selow.

Para pengguna Beat Street, yang seringkali adalah generasi muda, juga terpengaruh oleh tekanan sosial ini. Dengan mobilitas tinggi dan jadwal padat, mereka terdorong untuk selalu cepat, gesit, dan “on time”, meskipun caranya kadang membahayakan diri sendiri dan orang lain.

Jadi, Apa Solusinya?

Menyuruh pengendara Jakarta untuk santai seperti nyetir di Bali mungkin terdengar mustahil. Tapi bukan berarti tidak ada harapan. Edukasi berlalu lintas, kampanye keselamatan, dan ketegasan aparat bisa perlahan mengubah budaya berkendara. Selain itu, kesadaran individu untuk saling menghormati di jalan juga sangat penting.

Lagipula, jadi cepat belum tentu sampai duluan. Kadang, yang selow justru lebih aman dan minim stres. Mungkin sudah saatnya kita ubah slogan jalanan Jakarta dari “Yang penting gas!” jadi “Yang penting selamat.” Dan buat kamu para pengguna Beat Street, ingat, motor kamu memang lincah, tapi bukan berarti harus selalu buru-buru. Selow dikit, nggak apa-apa kok.

Previous Post