Balanced Scorecard: Definisi, Keunggulan, dan Perspektif

Definisi Balanced Scorecard

Konsep Balanced Scorecard berikutnya akan disingkat BSC. BSC merupakan pendekatan terhadap strategi manajemen yang dibesarkan oleh Drs. Robert Kaplan (Harvard Business School) and David Norton pada dini tahun 1990. BSC berasal dari 2 kata yaitu balanced (berimbang) serta scorecard (kartu skor).

Gambar oleh Werner Heiber dari Pixabay

Balanced (berimbang) berarti terdapatnya penyeimbang antara performance keuangan serta non- keuangan, performance jangka pendek serta performance jangka panjang, antara performance yang bertabiat internal serta performance yang bertabiat eksternal. Sebaliknya scorecard (kartu skor) yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor performance seorang. Kartu skor pula bisa digunakan untuk merancang skor yang hendak diwujudkan oleh seorang di masa depan.

Mula- mula BSC digunakan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Dini penggunaannya kinerja eksekutif diukur hanya dari segi keuangan. Setelah itu tumbuh menjadi luas yaitu 4 perspektif, yang setelah itu digunakan untuk mengukur kinerja organisasi secara utuh. 4 perspektif tersebut yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal dan pendidikan serta perkembangan.

BSC merupakan suatu mekanisme sistem manajemen yang sanggup menerjemahkan visi serta strategi organisasi ke dalam aksi nyata di lapangan. BSC merupakan salah satu alat manajemen yang sudah teruji sudah menolong banyak perusahaan dalam mengimplementasikan strategi bisnisnya.

Keunggulan Balanced Scorecard

Dalam perkembangannya BSC sudah banyak menolong perusahaan untuk berhasil menggapai tujuannya. BSC mempunyai sebagian keunggulan yang tidak dipunyai sistem strategi manajemen tradisional. Strategi manajemen tradisional hanya mengukur kinerja organisasi dari sisi keuangan saja serta lebih menitik beratkan pengukuran pada hal- hal yang bertabiat tangible, tetapi pertumbuhan bisnis menuntut untuk mengganti pemikiran bahwa hal- hal intangible pula berfungsi dalam kemajuan organisasi. 

BSC menanggapi kebutuhan tersebut lewat sistem manajemen strategi kontemporer, yang terdiri dari 4 perspektif yaitu: keuangan, pelanggan, proses bisnis internal dan pendidikan serta perkembangan.

Keunggulan pendekatan BSC dalam sistem perencanaan strategis (Mulyadi, 2001, p. 18) merupakan sanggup menciptakan rencana strategis, yang mempunyai karakteristik sebagai berikut (1) komprehensif, (2) koheren, (3) balance serta (4) terukur

Perspektif dalam Balanced Scorecard

Ada pula perspektif- perspektif yang ada di dalam BSC merupakan sebagai berikut:

1. Perspektif Keuangan 

BSC mengenakan tolak ukur kinerja keuangan semacam laba bersih serta ROI, sebab tolak ukur tersebut secara umum digunakan dalam perusahaan untuk mengenali laba. Tolak ukur keuangan saja tidak bisa menggambarkan pemicu yang menjadikan pergantian kekayaan yang diciptakan perusahaan ataupun organisasi (Mulyadi serta Johny Setyawan, 2000).

Balanced Scorecard merupakan suatu metode pengukuran kinerja yang di dalamnya ada penyeimbang antara keuangan serta non- keuangan untuk memusatkan kinerja perusahaan terhadap keberhasilan. BSC bisa menarangkan lebih lanjut tentang pencapaian visi yang berfungsi di dalam mewujudkan pertambahan kekayaan tersebut (Mulyadi serta Johny Setyawan, 2000) sebagai berikut:

1. Kenaikan customer yang puas sehingga tingkatkan laba (lewat kenaikan revenue).

2. Kenaikan produktivitas serta komitmen karyawan sehingga meningkatkanlaba (lewat kenaikan cost effectiveness).

3. Kenaikan keahlian perasahaan untuk menciptakan financial returns dengan kurangi modal yang digunakan ataupun melaksanakan investasi daiam proyek yang menciptakan return yang besar.

Di dalam Balanced Scorecard, pengukuran finansial memiliki 2 peranan berarti, di mana yang awal merupakan seluruh perspektif bergantung pada pengukuran finansial yang menampilkan implementasi dari strategi yang telah direncanakan serta yang kedua merupakan akan berikan dorongan kepada 3 perspektif yang yang lain tentang sasaran yang wajib dicapai dalam menggapai tujuan organisasi.

Menurut Kaplan serta Norton, siklus bisnis dibagi 3 sesi, yaitu: bertumbuh (growth), bertahan (sustain), serta menuai (harvest), di mana tiap sesi dalam siklus tersebut memiliki tujuan fmansial yang berbeda. Growth ialah sesi dini dalam siklus suatu bisnis. Pada sesi ini diharapkan suatu bisnis mempunyai produk baru yang dirasa sangat potensial untuk bisnis tersebut.

Untuk itu, hingga pada sesi growth perlu dipertimbangkan mengenai sumber daya untuk meningkatkan produk baru serta tingkatkan layanan, membangun dan meningkatkan sarana yang mendukung produksi, investasi pada sistem, infrastruktur serta jaringan distribusi yang akan menunjang terjadinya hubungan kerja secara merata dalam meningkatkan hubungan yang baik dengan pelanggan. 

Secara totalitas tujuan fmansial pada sesi ini merupakan mengukur persentase tingkat perkembangan pemasukan, serta tingkat perkembangan penjualan di pasar sasaran.

Sesi berikutnya merupakan sustain (bertahan), di mana pada sesi ini mencuat persoalan mengenai akan ditariknya investasi ataupun melaksanakan investasi kembali dengan memikirkan tingkat pengembalian yang mereka investasikan. Pada sesi ini tujuan fmansial yang hendak dicapai merupakan untuk mendapatkan keuntungan. 

Selanjutnya suatu usaha akan hadapi suatu sesi yang dinamakan harvest (menuai), di mana suatu organisasi ataupun tubuh usaha akan berupaya untuk mempertahankan bisnisnya. Tujuan finansial dari sesi ini merupakan untuk untuk tingkatkan aliran kas serta kurangi aliran dana.

2. Perspektif Pelanggan 

Dalam perspektif pelanggan, perusahaan perlu terlebih dulu memastikan segmen pasar serta pelanggan yang menjadi sasaran untuk organisasi ataupun tubuh usaha. Berikutnya, manajer wajib memastikan alat ukur yang terbaik untuk mengukur kinerja dari masing- masing unit opetasi dalam upaya menggapai sasaran finansialnya. 

Berikutnya apabila suatu unit bisnis mau menggapai kinerja keuangan yang superior dalam jangka panjang, mereka wajib menghasilkan serta menyajikan suatu produk baru/jasa yang bernilai lebih baik kepada pelanggan mereka (Kaplan, serta Norton, 1996). 

Produk dikatakan bernilai apabila manfaat yang diterima produk lebih besar daripada biaya perolehan (apabila kinerja produk terus menjadi mendekati ataupun apalagi melebihi dari apa yang diharapkan serta dipersepsikan pelanggan). 

Perusahaan terbatas untuk memuaskan potential customer sehingga perlu melaksanakan segmentasi pasar untuk melayani dengan metode terbaik bersumber pada keahlian serta sumber daya yang ada. Ada 2 kelompok pengukuran dalam perspektif pelanggan, yaitu:

Kelompok pengukuran inti (core measurement group).

Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengukur bagaimana perusahaan penuhi kebutuhan pelanggan dalam menggapai kepuasan, mempertahankan, mendapatkan, serta merebut pangsa pasar yang sudah ditargetkan.

Dalam kelompok pengukuran inti, kita memahami 5 tolak ukur, yaitu: pangsa pasar, akuisisi pelanggan (perolehan pelanggan), retensi pelanggan (pelanggan yang dipertahankan), kepuasan pelanggan, serta profitabilitas pelanggan.

Kelompok pengukuran nilai pelanggan (customer value proposition).

Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengenali bagaimana perusahaan mengukur nilai pasar yang mereka kuasai serta pasar yang potensial yang bisa jadi dapat mereka masuki. Kelompok pengukuran ini pula bisa menggambarkan pemacu kinerja yang menyangkut apa yang wajib disajikan perusahaan untuk menggapai tingkat kepuasan, loyalitas, retensi, serta akuisisi pelanggan yang besar. 

Value proposition menggambarkan atribut yang disajikan perusahaan dalam produk/jasa yang dijual untuk menghasilkan loyalitas serta kepuasan pelanggan. Kelompok pengukuran nilai pelanggan terdiri dari: 

a. Atribut produk/jasa, yang meliputi: fungsi, harga, serta mutu produk.

b. Hubungan dengan pelanggan, yang meliputi: distribusi produk kepada pelanggan, tercantum reaksi dari perusahaan, waktu pengiriman, dan bagaimana perasaan pelanggan sehabis membeli produk/jasa dari perusahaan yang bersangkutan.

c. Citra serta reputasi, yang menggambarkan faktor intangible untuk perusahaan untuk menarik pelanggan untuk berhubungan dengan perusahaan, ataupun membeli produk.

3. Perspektif Proses Bisnis Internal

Perspektif proses bisnis internal menunjukkan proses kritis yang membolehkan unit bisnis untuk berikan value proposition yang sanggup menarik serta mempertahankan pelanggannya di segmen pasar yang diinginkan serta memuaskan harapan para pemegang saham lewat flnancial retums (Simon, 1999).

Masing- masing perasahaan memiliki seperangkat proses penciptaan nilai yang unik untuk pelanggannya. Secara umum, Kaplan serta Norton (1996) membaginya dalam 3 prinsip dasar, yaitu:

Proses inovasi.

Proses inovasi merupakan bagian terutama dalam totalitas proses produksi. Namun ada pula perusahaan yang menempatkan inovasi di luar proses produksi. Di dalam proses inovasi itu sendiri terdiri atas 2 komponen, yaitu: identifikasi kemauan pelanggan, serta melaksanakan proses perancangan produk yang cocok dengan kemauan pelanggan. 

Apabila hasil inovasi dari perusahaan tidak cocok dengan kemauan pelanggan, hingga produk tidak akan menemukan asumsi positif dari pelanggan, sehingga tidak berikan bonus pemasukan untuk perasahaan apalagi perasahaan haras menghasilkan biaya investasi pada proses riset serta pengembangan.

2. Proses pembedahan.

Proses pembedahan merupakan kegiatan yang dilakukan perusahaan, mulai dari saat penerimaan order dari pelanggan hingga produk dikirim ke pelanggan. Proses pembedahan menekankan kepada penyampaian produk kepada pelanggan secara efektif, serta tepat waktu. Proses ini, bersumber pada kenyataan menjadi fokus utama dari sistem pengukuran kinerja sebagian besar organisasi.

3. Pelayanan Purna jual.

Ada pula pelayanan purna jual yang diartikan di mari, bisa berbentuk garansi, penggantian untuk produk yang rusak, dll.

4. Perspektif Pendidikan serta Pertumbuhan.

Perspektif ini sediakan infrastruktur untuk tercapainya ketiga perspektif lebih dahulu, serta untuk menciptakan perkembangan serta revisi jangka panjang.

Berarti untuk suatu tubuh usaha saat melaksanakan investasi tidak hanya pada perlengkapan untuk menciptakan produk/jasa, namun pula melaksanakan investasi pada infrastruktur, yaitu: sumber daya manusia, sistem serta prosedur. 

Tolak ukur kinerja keuangan, pelanggan, serta proses bisnis internal bisa mengatakan kesenjangan yang besar antara keahlian yang ada dari manusia, sistem, serta prosedur. Untuk memperkecil kesenjangan itu, hingga suatu tubuh usaha wajib melaksanakan investasi dalam wujud reskilling karyawan, yaitu: tingkatkan keahlian sistem serta teknologi data, dan menata ulang prosedur yang ada.

Perspektif pendidikan serta perkembangan mencakup 3 prinsip kapabilitas yang terpaut dengan keadaan intemal perusahaan, yaitu: 

Kapabilitas pekerja.

Kapabilitas pekerja merupakan ialah bagian donasi pekerja pada perusahaan. Sehubungan dengan kapabilitas pekerja, ada 3 perihal yang wajib dicermati oleh manajemen:

a. Kepuasan pekerja.

Kepuasan pekerja ialah prakondisi untuk tingkatkan produktivitas, tanggungjawab, mutu, serta pelayanan kepada konsumen. Faktor yang bisa diukur dalam kepuasan pekerja merupakan keterlibatan pekerja dalam mengambil keputusan, pengakuan, akses untuk memperoleh data, dorongan untuk bekerja kreatif, serta memakai inisiatif, dan sokongan dari atasan.

b. Retensi pekerja.

Retensi pekerja merupakan keahlian imtuk mempertahankan pekerja terbaik dalam perusahaan. Di mana kita mengenali pekerja ialah investasi jangka panjang untuk perusahaan. Jadi, keluamya seseorang pekerja yang bukan sebab kemauan perusahaan ialah loss pada intellectual capital dari perusahaan. Retensi pekerja diukur dengan persentase turnover di perusahaan.

c. Produktivitas pekerja.

Produktivitas pekerja ialah hasil dari pengaruh totalitas dari kenaikan kemampuan serta moral, inovasi, proses internal, serta kepuasan pelanggan. Tujuannya merupakan untuk menghubungkan output yang dihasilkan oleh pekerja dengan jumlah pekerja yang sepatutnya untuk menciptakan output tersebut.

Kapabilitas sistem data

Ada pula yang menjadi tolak ukur untuk kapabilitas sistem inforaiasi merupakan tingkat ketersediaan data, tingkat ketepatan data yang ada, dan jangka waktu untuk mendapatkan data yang diperlukan.

Hawa organisasi

Hawa organisasi mendesak munculnya motivasi, serta pemberdayaan merupakan berarti untuk menghasilkan pekerja yang berinisiatif. Ada pula yang menjadi tolak ukur perihal tersebut di atas merupakan jumlah anjuran yang diberikan pekerja.

Next Post Previous Post