Peran Akuntansi dalam Corporate Governance

PENGERTIAN CORPORATE GOVERNANCE

OECD (2004) serta FCGI (2001) mendefinisikan corporate governance sebagai seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan dan para pemegang kepentingan intern serta ekstern yang lain sehubungan dengan hak-hak serta kewajiban mereka, ataupun dengan kata lain system yang memusatkan serta mengatur perusahaan. 

Dari definisi diatas bisa disimpulkan bahwa corporate governance ialah suatu mekanisme yang bisa digunakan untuk membenarkan bahwa supplier keuangan ataupun pemilik modal perusahaan mendapatkan pengembalian ataupun return dari aktivitas yang dijalankan oleh manajer, ataupun dengan kata lain bagaimana supplier keuangan perusahaan melaksanakan pengendalian terhadap manajer.

Leeloo Thefirst Via Pexels

Lebih jauh, Corporate Governance concern dengan kepentingan stakeholder yang lain (Lukviarman, 2000) Salah satu metode yang sangat efektif dalam rangka untuk kurangi terbentuknya konflik kepentingan serta membenarkan pencapaian tujuan perusahaan, dibutuhkan keberadaan peraturan serta mekanisme pengendalian yang secara efektif memusatkan aktivitas operasional perusahaan dan keahlian untuk mengenali pihak-pihak yang memiliki kepentingan yang berbeda. 

Mekanisme (pengendalian) internal dalam perusahaan antara lain struktur kepemilikan serta pengendalian yang dilakukan oleh dewan komisaris dalam perihal ini komposisi dewan (World Bank, 1999). 

Lewat mekanisme kepemilikan institusional, daya guna pengelolaan sumber daya perusahaan oleh manajemen bisa dikenal dari data yang dihasilkan lewat respon pasar atas pengumuman laba. Kepemilikan institusional mempunyai keahlian untuk mengatur pihak manajemen lewat proses monitoring secara efektif sehingga kurangi aksi manajemen melaksanakan manajemen laba. 

Persentase saham tertentu yang dipunyai oleh institusi bisa mempengaruhi proses penataan laporan keuangan yang tidak menutup mungkin ada akrualisasi sesuai kepentingan pihak manajemen.

Ada 4 prinsip dasar pengelolaan perusahaan yang baik. Keempat prinsip ini pula menjadi prinsip Corporate Governance, antara lain merupakan:

Keadilan (fairness) 

(a) Proteksi untuk segala hak pemegang saham 

(b) Perlakuan yang sama untuk para pemegang saham.

Transparansi (transparancy)

(a) Pengungkapan data yang bertabiat berarti 

(b) Data harus disiapkan, diaudit serta diungkapkan sejalan dengan pembukuan yang bermutu 

(c) Penyebaran data harus bertabiat adil, tepat waktu serta efektif.

Bisa dipertanggung jawabkan (accountability) 

(a) Anggota dewan direksi harus berperan mewakili kepentingan perusahaan serta para pemegang saham 

(b) Penilaian yang bertabiat independent terlepas dari manajemen 

(c) terdapatnya akses terhadap data yang akurat, relevan serta tepat waktu.

Pertanggungjawaban (responsibility)

(a) Menjamin dihormatinya seluruh hak pihak-pihak yang berkepentingan 

(b) Para pihak yang berkepentingan harus memiliki peluang untuk memperoleh ubah rugi yang efisien atas pelanggaran hak-hak mereka 

(c) Dibukanya mekanisme pengembangan prestasi untuk keikutsertaan pihak yang berkepentingan 

(d) Bila dibutuhkan, para pihak yang berkepentingan harus memiliki akses terhadap data yang relevan.

Independensi untuk auditor eksternal.

Kedudukan Akuntansi dalam Corporate Governance

Agency Problem lahir dari terdapatnya pembelahan antara manajemen serta penyandang dana, dimana manajer berupaya untuk tingkatkan incentive mereka dalam rangka memakmurkan dirinya serta menagabaikan tugas utamanya yaitu memaksimumkan kemakmuran pemilik.

Perihal ini dapat dilakukan dengan bermacam metode antara lain merupakan pengeluaran untuk dirinya manajemen. Sistim akuntansi keuangan sediakan data yang berarti untuk Governance Mechanisms, yang menolong membongkar permasalahan keagenan. 

Pemakaian data akuntansi dalam Governance Mechanisms dapat dalam wujud implisit ataupun eksplisit. Pemakaian perjanjian yang berbasiskan dasar akuntansi dalam kontrak obligasi merupakan salah contoh dari pemakaian data akuntansi secara eksplisit. 

Pemakaian data ekuntansi untuk menyeleksi perusahaan yang akan dijadikan sasaran takeover merupakan contoh dari pemakaian data akuntansi secara implisit.

Data akuntansi keuangan ialah produk dari proses Governance. data akuntansi keuangan dihasilakan oleh manajemen serta manajemen mengenali data ini akan digunakan sebagai input dalam proses Governance. dibawah ini dipaparkan mengenai data akuntansi keuangan sebagai produk dari proses Governance, pemakaian data akuntansi secara eksplisit serta implisit.

Data akuntansi keuangan sebagai produk dari proses governance

Proses bagaimana data akuntansi lahir serta ialah tanggung jawab bisa dilihat pada bagan 1. Bagan 1 menfokuskan kepada permasalahan Amerika serta dapat aplikasikan ke negra laannya. Proses pelaporan keuangan untuk perusahaan biasanya diatur oleh pemerintah ataupun sistim hukum yang berlaku (jika di Amerika SEC). 

Selanjutnya harus mengaju pada prinsip Akuntansi Yang Berterima Umum (GAAP). Laporan keuangan pula akan diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (audit eksternal) untuk di cek apakah dalam mempersiapkan laporan keuangan telah sesuai dengan ketentuan serta prinsip yang berlaku. 

Perusahaan setelah itu menunjuk Audit Committtee dari keanggota Board of Director, yang mengawasi penyelesaian laporan keuangan serta berbicara dengan auditor eksternal sebagai wakil dari investor.

Banyak periset yang mengkaji bagaimana mutu sistim pelaporan keuangan dihubungkan dengan wujud serta mekanisme Governance yang lain (antara lain merupakan La Porta, Lopez-De-Silanes, Shleifer and Vishny, 1998; Bushman, Chen, Engel serta Smith, 2000). 

Riset yang lain pula meningkatkan literature tentang isu lainya yang berhubungan dengan mutu sistim pelaporan keuangan. Literature ini di untuk atas 3 kelompok. Kelompok awal mengkaji tentang mutu disclosure dengan biaya modal (contoh, Lang and Lundholm, 1996; Botosan, 1997; serta Botosan serta Plumlee, 2000). 

Corporate Governance dijadikan sebagai dimensi apakah perusahan yang dijadikan sample trasfaran ataupun tidak, khususnya terhadap kreditor. Hasil peneitiannya tidak bermacam-macam, ada yang menciptakan tingka disclosure mempengaruhi biaya hutang serta sebagaian lagi todak. 

Kedua merupakan menguji tentang daya guna mekanisme pengawasan khusus terhadap proses pelaporan keuangan. Area-3-ini tercantum kajian tentang mutu audit (contoh, Becker, DeFond, Jiambalvo serta Subramanyam, 1998; Francis,

Maydew serta Sparks, 1999) serta mutu BOD serta Komite Audit (contoh, Beasley, 1996; Dechow, Sloan serta Sweeney, 1996; Carcello serta Neal, 2000; Peasnell, Pope serta Young, 2000). 

Zona terakhir mengkaji karena serta akibat gagalnya proses pelaporan keuangan riset ini memfokuskan pada factor-faktor yang mempengaruhi manajemen earning (contoh, Rangan, 1999; Teoh, Wong and Welch, 1999) serta manipulasi earning (contoh., Feroz, Park serta Pastena, 1991; Dechow, Sloan serta Sweeney 1996).

Pemakaian Data Akuntansi secara eksplisit dalam Corporate Governance 

Pemakaian data akuntansi secara eksplisit dalam kontrak antara manajemen serta individu ataupun lembaga yang membagikan dana pada perusahaan ialah contoh dari pemakaian data akuntansi dalam mekanisme Governance. khususnya pemakaian data akuntansi sebagai alat ukur kinerja manajemen pada kontrak mengenai sistim kompensasi untuk manajemen. 

Ini ialah cerminan kedudukan data akuntansi dalam mekanisme Governance. kompensasi yang berbasiskan laporan keuangan hanya ialah bagian kecil dari insentif yang ada. 

Insentif yang bersumber pada peningkatan harga saham cendrung sebagai dasar mereka investor untuk membagikan insentif pada manajemem (riset tentang isu ini sudah dilakukan periset antara lain merupakan, Murphy, 1985; Core, Guay and Verrecchia, 2000).

Bertentangan dengan literature tentang kedudukan data akuntansi dalam kompensasi diatas, pemakaian data akuntansi secara eksplisit pada perjanjian hutang masih bersinambung. 

Riset pendahuluan yang dilakukan oleh Smith serta Warner (1979) serta Leftwich (1983) mendokumentasikan keberadaan serta fungsi akuntansi dalam perjanjian kontrak hutang antara kreditor serta perusahaan.. riset pada zona ini memfokuskan pada pada implikasi pemilihan metode akuntansi yang digunakan (contoh., Press serta Weintrop, 1990; Sweeney, 1994). 

Tetapi, kedudukan data akuntansi pada kontrak keuangan sudah terus berlangsung perkembangannya serta menemukan sambutan yang mengembirakan, khususnya perjanjian peminjaman serta pelunasan hutang. 

Contoh pemakaian data akuntansi merupakan berapa bunga harus dikenakan pada perusahaan didasarkan atas kekuatan keuangan perusahaan serta ini didasarkan atas informasi akuntansi. Informasi akuntansi di analisa yang dijadikan rasio-rasio keuangan serta dikelompokan atas sebagian aspek antara lain likuiditas, solvabiltias, daya guna serta profitabilitas.

Pengunaan data akuntansi secara implisit dalam Corporate Governance

Pemakaian data akuntansi secara implisit dalam mekanisme Corporate Governance ialah kedudukan data akuntansi yang sangat berarti. Dalam kontek ini, valuasi serta kedudukan akuntansi menjadi saling berhubungan. 

Dalam konteks bahwa investor bersedia berinvestasi pada perusahaan ialah fungsi information efficiency serta tingkat likuiditas pasar modal. Sehingga, riset akuntansi yang berbasiskan pasar modal serta memfokuskan pemakaian data akuntansi dalam penilaian surat-surat berharga ialah implikasi pada isu Corporate Governance. 

Tetapi, daripada memfokuskan pada kedudukan governance akuntansi lewat peranya dalam menfasilitasi informational efficiency harga saham. Apalagi data akuntansi kelihatannya secara langsung memfasilitasi jalanya mekanisme Governance khusus. 

Riset empiris menunjang bahwa data akuntansi secara implisit digunakan dalam mekanisme Governance yang bermacam-macam. Ada 2 zona sangat, kajian tentang kedudukan data akuntansi dalam mekanisme Corporate Governance yaitu Sah Protection serta Large Investor. Dalam jenis sah protection, sebagian riset sudah mendokumentasikan kedudukan data akuntansi dalam melaksanakan hak sah investor dalam melawan menajem. 

Investor tidak dapat bawa permasalahan tersebut ke majelis hukum sebab manajemen sudah melaksanakan kecurangan ataupun aktivitas yang tidak sesuai dengan apa yang digariskan oleh investor (pemilik). Sebab sistim pelaporan keuangan merupakan mekanisme internal utama yang berikan sarana komunikasi antara manajemen serta investor. 

Riset mendokumentasikan bahwa permasalahan akuntansi serta pengungkapan sangat berhubungan dengan masalah hokum pemegang saham serta bahwa manajemen melaksanakan seolah-olah mereka memenage strategi pelaporan keuangan untuk kurangi biaya yang berhubungan dengan masalah hukum investor (contoh., Kellogg, 1984; Francis, Philbrick serta Schipper, 1994; Skinner, 1994; Skinner 1996). 

Data akuntansi pula memainkan kedudukan berarti dalam melaksanakan hak kreditor dalam permasalahan tidak di lunasinya hutang perusahaan ataupun dalam keadaan bankrut.

Dalam jenis kedua, data akuntansi secara implisit memfasilitasi jalanya mekanisme Governance merupakan large investor. Large investor dapat mempengaruhi aksi manajemen lewat Board of Diretor, yaitu atoritas untuk memakai manajemen ataupun meberhentikannya. 

Riset akademik memyimpulkan bahwa BOD menggunakan kenerja laba akuntansi sebagai input untuk keputusan memberhentikan manajemen (Weisbach, 1988). Tetapi, dalam banyak permasalahan, investor yang mempunyai saham besar tidak memiliki hak suara kebanyakan di dewan komisaris serta bisa jadi harus mengambil aksi yang lebih ekstrem seperti takeover ataupun proxy contest untuk merebut control BOD serta mendisiplinkan manajemen. 

Riset pula menciptakan bahwa pengukuran kinerja akuntansi berhubungan keputusan takeover (Palepu, 1986), proxy contests (DeAngelo, 1988), serta institutional investor activism (Opler serta Sokobin, 1998). Tidak hanya Riset yang dilakukan oleh periset diatas, banyak periset lain yang menguji pengaruh institutional investor activism terhadap kinerja perusahaan sudah banyak dilakukan dengan memakai data akuntansi. 

Secara umum memberi tahu tidak ada fakta yang meyakinkan aktivisme investor mempengaruhi kinerja perusahaan. Meski sebagian kecil memberi tahu bahwa ada pengaruh perusahaan yang menjadi sasaran CalPERS terhadap tingkat pengembalian jangka panjang (Nesbitt, 1994). 

Tetapi hasil Nesbitt (1994) di kounter oleh Guercio serta Hawkins (1997) yang merumuskan bahwa masih ada perusahaan yang menjadi sasaran CalPERS (perusahaan yang memiliki kinerja tidak bagus) memiliki pengaruh positif terhadap tingkat pengembalian.

Riset yang menciptakan tidak terdapatnya pengaruh aktivisme investor institusi terhadap kinerja perusahaan dilakukan banyak periset yaitu Daily, John, Elstrand serta Dalton (1996), Bear serta Sias (1997), Opler serta Sokobin`s (1997), Carleton, Nelson serta Weisbach (1997) serta lain-lain. 

Dari penelitian-penelitian tersebut, tak seseorang penelitipun berani merumuskan bahwa aktivisme investor institusi membagikan akibat positif terhadap kinerja perusahaan.

Meski aktivisme investor institusi tidak berakibat positif terhadap kinerja perusahaan, tetapi aktivisme ini dapat merubah budaya perusahaan sehingga mempengaruhi kinerja perusahaan secara totalitas. Seperti yang diikemukakan oleh Gordon (1997b), Black serta Coffee (1994), serta Coffee (1997). 

Pergantian budaya memanglah tidak bisa di uji secara langsung. Tetapi lewat perubahaan Governance yang didukung oleh institusi akan berakibat terhadap kinerja perusahaan. Fakta empiris merumuskan bahwa telah 3 pergantian yaitu (i) pergantian komposisi dewan komisaris, (ii) komite nominasi serta kompensasi yang berasal dari dewan komisaris independen serta (iii) pembelahan posisi pimpinan dewan komisaris dengan CEO.

Investor institusi sangat menunjang yang duduk di dewan komisaris merupakan komisaris independen. Tetapi tidak ada jaminan dengan banyak komposisi komisaris independen serta pembelahan posisi pimpinan dewan komisaris dengan CEO akan tingkatkan kinerja perusahaan secara totalitas (Klein, 1997b), Brickley, Coles, serta Jarrell (1997).

Dari uraian diatas bisa di simpulkan bahwa data akuntansi mensuplai input yang sangat berarti ke dalam mekanisme Corporate Governance. data akuntansi secara implisit digunakan baik untuk membuktikan apakah aksi governance melawan manajemen diperlukan serta untuk menolong memastikan pengeluaran untuk stakeholder yang lain bila terjalin permasalahan hukum serta penyusutan kinerja keuangan.

Next Post Previous Post