Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional

Salah satu teori yang menekankan suatu perubahan serta yang sangat komprehensif berkaitan dengan kepemimpinan merupakan teori kepemimpinan transformasional serta transaksional (Bass, 1990). Gagasan dini mengenai style kepemimpinan transformasional serta transaksional ini dibesarkan oleh James MacFregor Gurns yang menerapkannya dalam konteks politik. Gagasan ini berikutnya disempurnakan dan diperkenalkan ke dalam konteks organisasional oleh Bernard Bass (Berry serta Houston, 1993).

Photo by Anamul Rezwan via Pexels

Burn (dalam Pawar serta Eastman, 1997) mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan transformasional serta transaksional bisa dipilah secara tegas serta keduanya ialah style kepemimpinan yang saling berlawanan. Kepemimpinan transformasional serta transaksional sangat berarti serta diperlukan tiap organisasi.

Berikutnya Burn (dalam Pawar serta Eastman, 1997; Keller, 1992) meningkatkan konsep kepemimpinan transformasional serta transaksional dengan berlandaskan pada pendapat Maslow mengenai hirarki kebutuhan manusia.

Menurut Burn (dalam Pawar serta Eastman, 1997) keterkaitan tersebut bisa dimengerti dengan gagasan bahwa kebutuhan karyawan yang lebih rendah, seperti kebutuhan fisiologis serta rasa nyaman hanya bisa dipadati lewat aplikasi style kepemimpinan transaksional. Sebaliknya, Keller (1992) mengemukakan bahwa kebutuhan yang lebih besar, seperti harga diri serta aktualisasi diri, hanya bisa dipadati lewat aplikasi style kepemimpinan transformasional.

Sejauh mana pemimpin dikatakan sebagai pemimpin transformasional, Bass (1990) serta Koh, dkk. (1995) mengemukakan bahwa perihal tersebut bisa diukur dalam hubungan dengan pengaruh pemimpin tersebut berhadapan karyawan. Oleh sebab itu, Bass (1990) mengemukakan ada 3 metode seseorang pemimpin transformasional memotivasi karyawannya, yaitu dengan:

1) mendesak karyawan untuk lebih menyadari makna berarti hasil usaha;

2) mendesak karyawan untuk mendahulukan kepentingan kelompok; dan

3) tingkatkan kebutuhan karyawan yang lebih besar seperti harga diri serta aktualisasi diri.

Hubungan antara Anggapan Style Kepemimpinan Transformasional 38 Berkaitan dengan kepemimpinan transformasional, Bass (dalam Howell serta Hall-Merenda, 1999) mengemukakan terdapatnya 4 karakteristik kepemimpinan transformasional, yaitu:

1) karisma,

2) inspirasional,

3) stimulasi intelektual, dan

4) atensi individual.

Berikutnya, Bass (1990) serta Yukl (1998) mengemukakan bahwa hubungan pemimpin transaksional dengan karyawan tercermin dari 3 perihal ialah:

1) pemimpin mengenali apa yang diinginkan karyawan serta menjelasakan apa yang akan mereka miliki apabila kerjanya sesuai dengan harapan;

2) pemimpin mengubah usaha-usaha yang dilakukan oleh karyawan dengan imbalan; dan

3) pemimpin responsif terhadap kepentingan pribadi karyawan sepanjang kepentingan tersebut sebanding dengan nilai pekerjaan yang sudah dilakukan karyawan.

Bass (dalam Howell serta Avolio, 1993) mengemukakan bahwa karakteristik kepemimpinan transaksional terdiri atas 2 aspek, yaitu imbalan kontingen, serta manajemen eksepsi.

Berkaitan dengan pengaruh style kepemimpinan transformasional terhadap perilaku karyawan, Podsakoff dkk. (1996) mengemukakan bahwa style kepemimpinan transformasional ialah faktor penentu yang mempengaruhi perilaku, anggapan, serta perilaku karyawan di mana terjalin kenaikan keyakinan kepada pemimpin, motivasi, kepuasan kerja serta sanggup kurangi beberapa konflik yang kerap terjalin dalam suatu organisasi.

Menurut Bycio dkk. (1995) dan Koh dkk. (1995), kepemimpinan transaksional merupakan style kepemimpinan di mana seseorang pemimpin menfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan karyawan yang mengaitkan hubungan pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan pada konvensi mengenai klasifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja, serta penghargaan.

Judge serta Locke (1993) menegaskan bahwa style kepemimpinan ialah salah satu faktor penentu kepuasan kerja. Jenkins (dalam Manajemen, 1990), mengungkapkan bahwa keluarnya karyawan lebih banyak diakibatkan oleh ketidakpuasan terhadap keadaan kerja sebab karyawan merasa pimpinan tidak berikan keyakinan kepada karyawan, tidak ada keterlibatan karyawan dalam pembuatan keputusan, pemimpin berlaku tidak objektif serta tidak jujur pada karyawan.

Pendapat ini didukung oleh Nanus (1992) yang mengemukakan bahwa alasan utama karyawan meninggalkan organisasi diakibatkan sebab pemimpin kandas menguasai karyawan serta pemimpin tidak mencermati kebutuhan-kebutuhan karyawan. Dalam kaitannya dengan koperasi, Kemalawarta (2000) dalam penelitiannya menampilkan bahwa hambatan yang membatasi pertumbuhan koperasi di Indonesia merupakan keterbatasan tenaga kerja yang terampil serta tingginya turnover.

Pada dasarnya, kepemimpinan ialah keahlian pemimpin untuk mempengaruhi karyawan dalam suatu organisasi, sehingga mereka termotivasi untuk menggapai tujuan organisasi. Dalam membagikan penilaian terhadap style kepemimpinan yang diterapkan pemimpin, karyawan melaksanakan proses kognitif untuk menerima, mengorganisasikan, serta berikan pengertian terhadap pemimpin (Solso, 1998).

Bermacam riset yang dilakukan berkaitan dengan kepuasan kerja paling utama dalam hubungannya dengan style kepemimpinan transformasional serta transaksional. Riset yang dilakukan oleh Koh dkk. (1995) menampilkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kepemimpinan transformasional serta transaksional dengan kepuasan kerja. Riset yang dilakukan oleh Popper serta Zakkai (1994) menampilkan bahwa pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap organisasi sangat besar.

Next Post Previous Post